Kamis, 04 Agustus 2016

Pribsip-Prinsip GCG



PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DALAM PERSEROAN TERBATAS
 PERSFEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Oleh:
Ardiana Hidayah, SH, MH.

A.    PENDAHULUAN
Pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah berjalan setelah kemerdekaan dengan dasar-dasar pengelolaan perekonomian negara yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1) hasil amandemen IV UUD 1945 disebutkan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Hal tersebut telah memberikan perubahan dalam masyarakat Indonesia pada roda pembangunan ekonomi. Adanya dukungan dalam suatu undang-undang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas sehingga dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif dalam rangka pengelolaan perusahaan yang baik.
Good Corporate Governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.

B.     RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaturan hukum pada Perseroan Terbatas berdasarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance?

C.    TINJAUAN PUSTAKA

1.      Good Corporate Governance
Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) merupakan struktur yang oleh stakeholder, pemegang saham, komisaris dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja (OECD, 2003). Hal senada dikemukakan oleh Calbury Committee (2003) A set of rules that define a relationship between shareholders, manager, creditor the government, employees and Other internal and external stakeholder in respect to their and res­portshibilities.[1]
Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak­hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ini adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).[2]


2.      Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance [3]

a.      Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar, untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya musalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus menyediakan Informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperban­dingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya, (2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepe­milikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta unggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya yang me­miliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan, (3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi, (4) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.

b.      Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar, perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku ke­pentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, (2) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG, (3) Peru­sahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. (4) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, sasaran utama dan strategi perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). (5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.

c.       Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar, Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang­undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Organ perusahaan harus berpe­gang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap pera­turan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by­laws); (2) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

d.      Independensi (Independency)
Prinsip Dasar, Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusaha­an harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusa­haan tidak sating mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak ter­pengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. (2) Masing-Masing organ perusahaan harus melaksanakan tugas dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak sating mendominasi dan atau melempar limggung jawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif.

e.       Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Prinsip Dasar, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus Nenantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup ke­dudukan masing-masing; (2) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang Netara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan; (3) Perusahaan harus mem­berikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, fender, dan kondisi fisik.

3.      Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas disingkat PT, dahulu terkenal dengan nama Naamloze Vennootsschap ialah suatu bentuk usaha yang dipakai pedagang-pedagang, pengusaha-pengusaha, untuk mencapai maksud dan tujuannya dalam lapangan industry, perdagangan dan sebagainya.[4] Perseroan Terbatas (Limited Liability Company, Naamloze Vennootsschap) adalah bentuk yang paling popular dari semua bentuk usaha bisnis.[5] Istilah perseroan terbatas terdiri dari dua kata, yaitu Perseroan dan Terbatas. Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri atas sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.[6]
Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk perse­roan yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dan para pemegang saham ikut serta dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan perseroan itu.[7]
Pengaturan hukum di Indonesia berkenaan dengan Perseroan Terbatas diatur  dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan, “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Perseroan Terbatas merupakan badan usaha yang berbadan hukum tergabung dalam perkumpulan. Perkumpulan disini mempunyai 4 unsur yaitu:[8]
a.       Adanya unsur kepentingan bersama;
b.      Adanya unsur kehendak bersama;
c.       Adanya unsur tujuan; dan
d.      Adanya unsur kerjasama yang jelas.
Badan hukum sebagai karakteristik dari PT, memberikan konsekuensi yuridis sebagai berikut:[9]
a.       Badan Hukum merupakan perkumpulan orang (organisasi);
b.      Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking);
c.       Mempunyai harta kekayaan tersendiri;
d.      Mempunyai pengurus;
e.       Mempunyai hak dan kewajiban;
f.       Dapat digugat dan menggugat di depan Pengadilan.
PT melakukan perikatan dan persetujuan terhadap pihak ketiga dengan siapa saya yang melakukan hubungan perdagangan. Tidak seorang pun dari pemegang saham yang bertanggung jawab terhadap para kreditor. Hal ini merupa­kan ciri-ciri dalam PT, yaitu tanggung jawab terbatas dari persero. Mereka tidak dapat menderita kerugian uang yang lebih besar daripada jumlah yang menjadi bagiannya dalam PT itu dan secara tegas disebutkan dalam sahamnya. Para pemegang saham dalam suatu PT hanya bertanggung jawab terhadap PT untuk menyerahkan sepenuhnya jumlah saham-saham.
Pengaturan hukum tentang Perseroan Terbatas di Indonesia diatur dalam:
a.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel -Staatsblad 1847-23), Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan dengan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1971, dan juga berhubungan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Buku Ketiga tentang Perikatan, khususnya mulai Bab Kedelapan Tentang Persekutuan, dikatakan:"Persekutuan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasuk kan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya".

b.      Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995, dengan mencabut peraturan perundangan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan inilah Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas yang merupakan produk Pemerintah Bangsa Indonesia untuk pertama kalinya.

c.       Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dengan mencabut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.

Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham yang dimaksud dapat dikeluarkan atas nama atau atas tunjuk. Oleh karena itu, modal dari perseroan terbatas terdiri dari modal dasar (authorized capital); modal yang ditempatkan (issued capital); modal yang disetor (paid capital).[10]

a.      Modal Dasar (Authorized Capital)
Modal dasar (authorized capital) adalah keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam perseroan. Dalam Pasal 25 UUPT, modal dasar perseroan paling sedikit Rp20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Besarnya jumlah modal dasar perseroan tidaklah meng­gambarkan kekuatan finansial riil perseroan, tetapi hanya me­nentukan jumlah maksimum modal dan saham yang dapat di­terbitkan perseroan.

b.      Modal yang Ditempatkan (Issued Capital)
Modal yang ditempatkan (issued capital) adalah modal yang di­sanggupi para pendiri untuk disetor ke dalam kas perseroan pada saat perseroan didirikan. Dalam Pasal 26 Ayat 1 UUPT disebut­kan, yakni pada saat pendirian perseroan paling sedikit 25% dari modal harus telah ditempatkan sebagaimana dengan modal dasar. Modal yang ditempatkan belum memberikan kekuatan finasial riil perseroaan karena modal yang ditempatkan tersebut belum berupa uang tunai atau belum ada sama sekali dalam kas perseroan.

c.       Modal yang Disetor (Paid Capital)
Modal yang disetor (paid capital) adalah modal perseroan yang berupa sejumlah uang tunai atau bentuk lainnya yang diserahkan para pendiri kepada kas perseroan. Pasal 26 2 UUPT menyebut­kan, yakni setiap penempatan modal tersebut di atas harus telah disetor paling sedikit 50% dari nominal setiap saham yang dikeluarkan, sedangkan Ayat 3 menentukan bahwa seluruh saham yang dikeluarkan harus disetorkan secara penuh pada saat penge­sahan perseroan dengan penyetoran sah.

Di dalam Pasal 1 butir 2 UUPT secara tegas menyebutkan bahwa organ dari perseroan terdiri dari rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi, dan komisaris

a.               Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat umum pemegang saham (RUPS) adalah pemegang kekuasa­an tertinggi dalam perseroan terbatas dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. Adapun kewenangan dari RUPS, antara lain: mengubah anggaran dasar; menambah dan mengurangi modal perseroan; memberikan persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan atau perhitungan tahunan; mengangkat anggota direksi dan menetapkan pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi; memberikan persetujuan untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan; memberikan keputusan untuk mengajukan permohonan per­nyataan kepailitan kepada pengadilan negeri; menyetujui rancangan penggabungan dan peleburan per­seroan; dan memberikan keputusan pembubaran perseroan.

b.       Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili baik di dalam maupun di luar pengadilan sehingga dapat dikatakan bahwa direksi memiliki tugas dan wewenang ganda, yakni melaksanakan pengurusan dan perwakilan perseroan.

c.       Komisaris
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pe­ngawasan secara umum dan khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perusahaan.
Dengan demikian, syarat untuk menjadi komisaris PT adalah orang perorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan. Sebagai lembaga pengawas komisaris mempunyai kewenangan, antara lain berdasarkan alasan tertentu dapat memberhentikan direksi untuk sementara waktu dari jabatannya; apabila direksi tidak ada atau berhalangan karena suatu sebab, komisaris idapat bertindak sebagai pengurus yang dalam hal ini semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga berlaku untuk komisaris.


D.    PEMBAHASAN

Penerapan prinsip-prinsip GCG tidak terlepas dengan prinsip­-prinsip Good Government Governance (GGG) yaitu tata kelola pemerintahan yang baik. Kedua prinsip ini bersinergi, terintegrasi dan harus berjalan saling melengkapi dalam aktivitas perekonomian suatu negara. Apabilah GGG berjalan dengan baik, maka kecenderungan GCG juga akan terwujud, begitu juga sebaliknya dengan GCG, dengan kata lain upaya pemerintah untuk melaksana­kan good governance sulit terealisasi jika secara bersamaan tidak didorong adanya good corporate governance.[11]
Hukum perusahaan di Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas  (UUPT) sebagai dasar hukum berkenaan dengan Perseroan Terbatas mengenal prinsip-­prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).
Sebelum adanya UUPT dikenal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya dalam bidang perekonomian. Terlebih dalam hukum bisnis, dimana sebagai akibat pengaruh globalisasi dan perdagangan bebas telah memberikan perubahan yang drastis dalam kehidupan perekonomian pada umumnya dan dunia usaha pada khususnya.
Prinsip Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang sudah saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui hal tersebut yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:[12]
1.      Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
2.      Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan
3.      Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders
Good Corporate Governance mempunyai empat unsur dasar, sebagai berikut:
1.      Unsur Keadilan (fairness, equitable treatment)
Pasal 53 ayat 2 “Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama“. Pasal ini menunjukkan unsur fairness (non diskriminatif) antar pemegang saham dalam klasifikasi yang sama untuk memperoleh hak-haknya, seperti: Hak untuk mengusulkan dilaksanakannya RUPS, hak untuk mengusulkan agenda tertentu dalam RUPS dan lain-lain.
2.      Unsur Transparansi (transparency)
Penerapan unsur transparansi dalam suatu perseroan dalam rangka mewujudkan prinsip GCG dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut: Pendekatan Minimal (Pendekatan Pasif), yaitu suatu perusahaan hanya melakukan transparansi sejauh yang diwajibkan oleh Undang-Undang saja. Seperti mengumumkannya dalam dalam Berita Negara, Tambahan Berita Negara atau surat kabar. Contoh pasal yang memuat pendekatan ini, yaitu:
Pasal 44 ayat 2, bahwa: “Direksi wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (yaitu tentang pengurangan modal) kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.”
Pendekatan aktif, yaitu perusahaan tersebut secara aktif melakukan keterbukaan dengan menerapkan prinsip management secara terbuka dengan memberikan secara akurat, tepat waktu dan tepat sasaran terhadap sebanyak mungkin akses kepada pihak pemegang saham maupun stakeholders lainnya.
Pasal yang memuat pendekatan ini, yaitu:
Pasal 50 ayat 2, bahwa: “Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota direksi dan dewan komisaris beserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.”
Pasal 101 ayat 1, bahwa: “Anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.”
Pasal 116 point b: “Dewan komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.”

3.      Unsur Akuntabilitas (accountability)
Dalam rangka keterbukaan informasi di bidang finansial, patut didayagunakan kelebihan sistem two-tier dari manajemen perusahaan sebagaimana di anut oleh negara-negara yang menerapkan sistem Hukum Eropa Kontinental, termasuk Indonesia.
Dengan sistem two-tier ini, dimaksudkan adalah bahwa management suatu perusahaan dipimpin oleh dua komando, dimana yang satu melakukan operasional perusahaan yang dalam hal ini dilakukan oleh direksi, sedangkan komando yang lainnya adalah dewan komisaris, yang bertugas untuk mengawasi, termasuk mengawasi bidang keuangan, terhadap direksi. Pasal yang memuat unsur ini, dalam Pasal 108 ayat 1:
“Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada direksi.

4.      Unsur Responsibilitas (responsibility)
Yang ditekankan disini adalah perusahaan haruslah berpegang kepada hukum yang berlaku dan melakukan kegiatan dengan bertanggung jawab kepada seluruh stakeholder dan kepada masyarakat, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan para stakeholder maupun masyarakat tersebut. Pasal yang memuat unsur ini, yaitu:
Pasal 97 ayat 4, bahwa:“ Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.”
Pasal 114 ayat 4, bahwa:“ Dalam hal dewan komisaris terdiri dari 2 orang angora dewan komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada pasal 3 berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota dewan komisaris.”
Pasal 152 ayat 1, bahwa:“ Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi perseroan yang dilakukan.”

Terdapat  beberapa hal penting dalam pedoman pengaturan tentang kedudukan dan peranan pemegang saham dalam perseroan terbatas.
1.   Hak-Hak Pemegang Saham dan Prosedur Rapat Umum Peme­gang Saham
Hak-hak para pemegang saham harus dilindungi dan para pemegang saham harus dapat menjalankan hak-hak mereka melalui prosedur yang memadai yang ditetapkan oleh perusahaan. Hak-hak para pemegang saham pada dasarnya adalah: hak untuk menghadiri dan memberikan suara pada RUPS ber­dasarkan prinsip satu saham satu suara; hak untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu dan teratur yang memungkinkan seorang pemegang saham membuat keputusan yang baik mengenai investasi yang berkaitan dengan sahamnya dalam perusahaan; dan hak untuk ikut serta dalam pembagian keuntungan.
2. Tanggung Jawab Direksi
Sosialisasi dan pengembangan era Good Corporate Governance di Indonesia dewasa ini lebih ditujukan kepada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas khususnya terhadap organ direksi.
Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting dalam nentukan maju atau mundurnya suatu perusahaan tertentu. Secara idis, pentingnya kedudukan direksi itu tergambar dari tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya, sebagaimana dirumuskan dalam Bang-Undang Nomor 40 Tabun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Di dalam mengelola sebuah perusahaan secara profesional, maka prinsip-prinsip dalam dunia usaha yang perlu diperhatikan dan diterapkan, yaitu Good Corporate Governance.
Sebagai artificial person (manusia semu), perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Perseroan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri. Untuk itulah, diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak yang akan menjalankan perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan. Orang-orang yang akan menjalankan, mengelola dan mengurus perseroan ini, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas disebut dengan istilah organ perseroan.[13]
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Direksi dan Komisaris memiliki peran penting dalam keber­hasilan pengembangan Good Corporate Governance oleh dunia usaha. Prinsip Good Corporate Governance ada beberapa manfaat yang bisa diambil antara lain sebagai berikut.[14]
a.         Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang baik.
b.         Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
c.         Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
d.         Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders.

Pemerintah berperan dalam mendukung dan memberlakukan kebijakannya pada pengaturan Perseroan Terbatas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang didalamnya terdapat unsur-unsur dalam GCG. Namun, perusahaan memegang tanggung jawab utama untuk melaksanakan sistem GCG dalam perusahaannya. Hal tersebut sangat penting bagi kepentingan-kepentingan pemegang sahamnya, penyandang modal, karyawan dan perusahaan itu sendiri.


E.     KESIMPULAN





DAFTAR PUSTAKA

Moh. Wahyudin Zarkasyi, 2008, Good Corporate Governance, Bandung: Alfabeta.

Adrian Sutedi, 2011, Good Corporate Governance,  Jakarta: Sinar Grafika.

Kurniawan, 2014, Hukum Perusahaan, Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing.

Farida Hasyim, 2009, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika.

Richard Burton Simatupang, 2003, Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Tri Budiyono, 2011, Hukum Dagang, Bentuk Usaha Tidak Berbadan Hukum, Salatiga: Griya Media.

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, 2008, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Joni Emirzon, 2007, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance, Yogyakarta: Genta Press.


Gunawan Widjaja, 2003, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.


[1] Moh. Wahyudin Zarkasyi, Good Corporate Governance, Bandung: Alfabeta, 2008, hlm. 35
[2] Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Adrian Sutedi, Good Corporate Governance,  Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 125
[3] Moh. Wahyudin Zarkasyi ,Op. Cit, hlm. 39-41
[4] Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung: PT Eresco, 1993, hlm. 2
[5] Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 35
[6] Ridwan Khairandy dalam Kurniawan, Hukum Perusahaan, Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2014, hlm. 57
[7] Farida Hasyim, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2009,  hlm. 147
[8] Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2003, hlm.3
[9] Tri Budiyono, Hukum Dagang, Bentuk Usaha Tidak Berbadan Hukum, Salatiga: Griya Media, 2011, hlm.20
[10] Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008, hlm. 58
[11] Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance, Yogyakarta: Genta Press, 2007, hlm. 7
[12] https://ferli1982.wordpress.com/2013/02/11/pelaksanaan-good-corporate-governance-gcg-dalam-undang-undang-no-40-tahun-2007-tentang-perseroan-terbatas/
[13] Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, hlm. 20
[14] Nindyo Pramono dalam Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm. 125-126