PRINSIP-PRINSIP
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
DALAM
PERSEROAN TERBATAS
PERSFEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Oleh:
Ardiana
Hidayah, SH, MH.
A.
PENDAHULUAN
Pembangunan
bidang ekonomi di Indonesia telah berjalan setelah kemerdekaan dengan
dasar-dasar pengelolaan perekonomian negara yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1)
hasil amandemen IV UUD 1945 disebutkan “Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Hal tersebut telah memberikan perubahan
dalam masyarakat Indonesia pada roda pembangunan ekonomi. Adanya dukungan dalam
suatu undang-undang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas sehingga dapat
menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif dalam rangka
pengelolaan perusahaan yang baik.
Good
Corporate Governance
diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung
oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Bagaimana
pengaturan hukum pada Perseroan Terbatas berdasarkan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance?
C.
TINJAUAN
PUSTAKA
1. Good
Corporate Governance
Tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) merupakan struktur yang oleh stakeholder, pemegang
saham, komisaris dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk
mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja (OECD, 2003). Hal senada
dikemukakan oleh Calbury Committee (2003) A set of rules that define a
relationship between shareholders, manager, creditor the government, employees
and Other internal and external stakeholder in respect to their and resportshibilities.[1]
Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern
lainnya yang berkaitan dengan hakhak dan kewajiban mereka atau dengan kata
lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate
governance ini adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).[2]
a.
Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar, untuk
menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya musalah yang disyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan
oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1)
Perusahaan harus menyediakan Informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan
sesuai dengan haknya, (2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi
tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi
keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan
saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta unggota
keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya yang memiliki benturan
kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian
internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan, (3) Prinsip keterbukaan
yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia
jabatan, dan hak-hak pribadi, (4) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan
secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
b.
Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar, perusahaan
harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1)
Perusahaan harus menetapkan rincian tugas
dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara
jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, (2)
Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai
kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan
GCG, (3) Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang
efektif dalam pengelolaan perusahaan. (4) Perusahaan harus memiliki ukuran
kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan nilai-nilai
perusahaan, sasaran utama dan strategi perusahaan, serta memiliki sistem
penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). (5) Dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua
karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of
conduct) yang telah disepakati.
c.
Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar, Perusahaan
harus mematuhi peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate
citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip
kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,
anggaran dasar dan peraturan perusahaan (bylaws); (2) Perusahaan harus
melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
d.
Independensi (Independency)
Prinsip Dasar, Untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak sating mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1)
Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara
obyektif. (2) Masing-Masing organ perusahaan harus melaksanakan
tugas dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan, tidak sating mendominasi dan atau melempar limggung jawab
antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal
yang efektif.
e.
Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Prinsip Dasar, dalam
melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus Nenantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kesetaraan dan kewajaran.
Pedoman Pokok Pelaksanaan, (1)
Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam
lingkup kedudukan masing-masing; (2) Perusahaan harus memberikan perlakuan
yang Netara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan
kontribusi yang diberikan kepada perusahaan; (3) Perusahaan harus memberikan
kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan
tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, fender, dan
kondisi fisik.
3.
Perseroan
Terbatas (PT)
Perseroan
Terbatas disingkat PT, dahulu terkenal dengan nama Naamloze Vennootsschap ialah suatu bentuk usaha yang dipakai
pedagang-pedagang, pengusaha-pengusaha, untuk mencapai maksud dan tujuannya
dalam lapangan industry, perdagangan dan sebagainya.[4] Perseroan Terbatas (Limited Liability Company, Naamloze
Vennootsschap) adalah bentuk yang paling popular dari semua bentuk usaha
bisnis.[5] Istilah perseroan terbatas terdiri dari
dua kata, yaitu Perseroan dan Terbatas. Perseroan merujuk pada modal PT yang
terdiri atas sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk pada
tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal
semua saham yang dimilikinya.[6]
Perseroan
Terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan
perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dan para
pemegang saham ikut serta dengan mengambil satu saham atau lebih dan melakukan
perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung
jawab sendiri untuk persetujuan perseroan itu.[7]
Pengaturan hukum di Indonesia
berkenaan dengan Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT. Pasal
1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan, “Perseroan
Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
Perseroan
Terbatas merupakan badan usaha yang berbadan hukum tergabung dalam perkumpulan.
Perkumpulan disini mempunyai 4 unsur yaitu:[8]
a.
Adanya
unsur kepentingan bersama;
b.
Adanya
unsur kehendak bersama;
c.
Adanya
unsur tujuan; dan
d.
Adanya
unsur kerjasama yang jelas.
a.
Badan
Hukum merupakan perkumpulan orang (organisasi);
b.
Dapat
melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum
(rechtsbetrekking);
c.
Mempunyai
harta kekayaan tersendiri;
d.
Mempunyai
pengurus;
e.
Mempunyai
hak dan kewajiban;
f.
Dapat
digugat dan menggugat di depan Pengadilan.
PT
melakukan perikatan dan persetujuan terhadap pihak ketiga dengan siapa saya
yang melakukan hubungan perdagangan. Tidak seorang pun dari pemegang saham yang
bertanggung jawab terhadap para kreditor. Hal ini merupakan ciri-ciri dalam
PT, yaitu tanggung jawab terbatas dari persero. Mereka tidak dapat menderita
kerugian uang yang lebih besar daripada jumlah yang menjadi bagiannya dalam PT
itu dan secara tegas disebutkan dalam sahamnya. Para pemegang saham dalam suatu
PT hanya bertanggung jawab terhadap PT untuk menyerahkan sepenuhnya jumlah
saham-saham.
Pengaturan
hukum tentang Perseroan Terbatas di Indonesia diatur dalam:
a. Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD)
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel -Staatsblad 1847-23),
Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan dengan
UndangUndang Nomor 4 Tahun 1971, dan juga berhubungan dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Buku Ketiga tentang Perikatan, khususnya
mulai Bab Kedelapan Tentang Persekutuan, dikatakan:"Persekutuan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau
lebih mengikatkan diri untuk memasuk kan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan
yang terjadi karenanya".
b. Undang-Undang Nomor
1 tahun 1995
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang
diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995, dengan mencabut peraturan perundangan
yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan inilah Undang-Undang
tentang Perseroan Terbatas yang merupakan produk Pemerintah Bangsa Indonesia
untuk pertama kalinya.
c. Undang-Undang Nomor
40 tahun 2007
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang
diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dengan mencabut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995.
Modal dasar
perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham yang dimaksud dapat
dikeluarkan atas nama atau atas tunjuk. Oleh karena itu, modal dari perseroan
terbatas terdiri dari modal dasar (authorized capital); modal yang
ditempatkan (issued capital); modal yang disetor (paid capital).[10]
a. Modal
Dasar (Authorized Capital)
Modal dasar (authorized capital) adalah
keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam perseroan. Dalam Pasal 25 UUPT,
modal dasar perseroan paling sedikit Rp20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Besarnya jumlah modal dasar perseroan tidaklah menggambarkan kekuatan
finansial riil perseroan, tetapi hanya menentukan jumlah maksimum modal dan
saham yang dapat diterbitkan perseroan.
b. Modal
yang Ditempatkan (Issued Capital)
Modal yang ditempatkan (issued capital) adalah modal yang disanggupi para
pendiri untuk disetor ke dalam kas perseroan pada saat perseroan didirikan.
Dalam Pasal 26 Ayat 1 UUPT disebutkan, yakni pada saat pendirian perseroan
paling sedikit 25% dari modal harus telah ditempatkan sebagaimana dengan modal
dasar. Modal yang ditempatkan belum memberikan kekuatan finasial riil
perseroaan karena modal yang ditempatkan tersebut belum berupa uang tunai atau
belum ada sama sekali dalam kas perseroan.
c. Modal yang
Disetor (Paid Capital)
Modal yang disetor (paid capital) adalah modal
perseroan yang berupa sejumlah uang tunai atau bentuk lainnya yang diserahkan
para pendiri kepada kas perseroan. Pasal 26 2 UUPT menyebutkan, yakni setiap
penempatan modal tersebut di atas harus telah disetor paling sedikit 50% dari
nominal setiap saham yang dikeluarkan, sedangkan Ayat 3 menentukan bahwa
seluruh saham yang dikeluarkan harus disetorkan secara penuh pada saat pengesahan
perseroan dengan penyetoran sah.
Di dalam Pasal 1 butir 2 UUPT
secara tegas menyebutkan bahwa organ dari perseroan terdiri dari rapat umum
pemegang saham (RUPS), direksi, dan komisaris
a.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat
umum pemegang saham (RUPS) adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan
terbatas dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau
komisaris. Adapun kewenangan dari RUPS, antara lain: mengubah anggaran dasar; menambah
dan mengurangi modal perseroan; memberikan
persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan atau perhitungan
tahunan; mengangkat anggota direksi dan menetapkan pembagian tugas dan
wewenang setiap anggota direksi; memberikan
persetujuan untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau
sebagian besar kekayaan perseroan; memberikan keputusan untuk mengajukan
permohonan pernyataan kepailitan kepada pengadilan negeri; menyetujui
rancangan penggabungan dan peleburan perseroan; dan memberikan keputusan pembubaran perseroan.
b.
Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab
untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili baik di dalam maupun di
luar pengadilan sehingga dapat dikatakan bahwa direksi memiliki tugas dan
wewenang ganda, yakni melaksanakan pengurusan dan perwakilan perseroan.
c.
Komisaris
Komisaris
adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan
khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perusahaan.
Dengan demikian, syarat untuk menjadi komisaris PT adalah
orang perorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah
dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit karena melakukan tindak
pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu lima tahun sebelum
pengangkatan. Sebagai lembaga pengawas komisaris mempunyai
kewenangan, antara lain berdasarkan alasan tertentu dapat memberhentikan
direksi untuk sementara waktu dari jabatannya; apabila direksi tidak ada atau berhalangan karena suatu sebab,
komisaris idapat bertindak sebagai pengurus yang dalam hal ini semua ketentuan
mengenai hak, wewenang, dan kewajiban direksi terhadap perseroan dan pihak
ketiga berlaku untuk komisaris.
D.
PEMBAHASAN
Penerapan prinsip-prinsip GCG
tidak terlepas dengan prinsip-prinsip Good Government Governance (GGG)
yaitu tata kelola pemerintahan yang baik. Kedua prinsip ini bersinergi,
terintegrasi dan harus berjalan saling melengkapi dalam aktivitas perekonomian
suatu negara. Apabilah GGG berjalan dengan baik, maka kecenderungan GCG juga
akan terwujud, begitu juga sebaliknya dengan GCG, dengan kata lain upaya
pemerintah untuk melaksanakan good governance sulit terealisasi jika
secara bersamaan tidak didorong adanya good corporate governance.[11]
Hukum perusahaan di Indonesia dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) sebagai dasar hukum berkenaan
dengan Perseroan Terbatas mengenal prinsip-prinsip pengelolaan
perusahaan yang baik (good corporate governance).
Sebelum adanya UUPT dikenal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan yang ada khususnya dalam bidang perekonomian. Terlebih dalam hukum
bisnis, dimana sebagai akibat pengaruh globalisasi dan perdagangan bebas telah
memberikan perubahan yang drastis dalam kehidupan perekonomian pada umumnya dan
dunia usaha pada khususnya.
Prinsip
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang sudah saatnya
diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena
melalui hal tersebut yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari
unsur-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme
kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik
secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi
kepentingan shareholders dan stakeholders.
Penerapan sistim GCG diharapkan
dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:[12]
1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas,
dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada
terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan
merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
2.
Meningkatkan
legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3.
Mengakui
dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders
Good Corporate Governance mempunyai empat unsur dasar, sebagai berikut:
1.
Unsur Keadilan (fairness,
equitable treatment)
Pasal 53 ayat 2 “Setiap saham dalam klasifikasi yang sama
memberikan kepada pemegangnya hak yang sama“. Pasal ini menunjukkan unsur
fairness (non diskriminatif) antar pemegang saham dalam klasifikasi yang sama
untuk memperoleh hak-haknya, seperti: Hak untuk mengusulkan dilaksanakannya
RUPS, hak untuk mengusulkan agenda tertentu dalam RUPS dan lain-lain.
2.
Unsur Transparansi (transparency)
Penerapan unsur transparansi dalam suatu perseroan dalam
rangka mewujudkan prinsip GCG dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut: Pendekatan
Minimal (Pendekatan Pasif), yaitu suatu perusahaan
hanya melakukan transparansi sejauh yang diwajibkan oleh Undang-Undang saja.
Seperti mengumumkannya dalam dalam Berita Negara, Tambahan Berita Negara atau
surat kabar. Contoh pasal yang memuat pendekatan ini, yaitu:
Pasal 44 ayat 2, bahwa: “Direksi wajib memberitahukan
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (yaitu tentang pengurangan modal)
kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan RUPS.”
Pendekatan aktif, yaitu perusahaan tersebut secara aktif
melakukan keterbukaan dengan menerapkan prinsip management secara terbuka
dengan memberikan secara akurat, tepat waktu dan tepat sasaran terhadap
sebanyak mungkin akses kepada pihak pemegang saham maupun stakeholders lainnya.
Pasal yang memuat pendekatan ini, yaitu:
Pasal 50 ayat 2, bahwa: “Selain
daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Direksi perseroan wajib
mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham
anggota direksi dan dewan komisaris beserta keluarganya dalam perseroan
dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.”
Pasal 101 ayat 1, bahwa: “Anggota direksi wajib
melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang
bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk
selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.”
Pasal 116 point b: “Dewan komisaris wajib melaporkan
kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada
perseroan tersebut dan perseroan lain.”
3.
Unsur Akuntabilitas (accountability)
Dalam rangka keterbukaan informasi di bidang finansial, patut
didayagunakan kelebihan sistem two-tier
dari manajemen perusahaan sebagaimana di anut oleh negara-negara yang
menerapkan sistem Hukum Eropa Kontinental, termasuk Indonesia.
Dengan sistem two-tier
ini, dimaksudkan adalah bahwa management suatu perusahaan dipimpin oleh dua
komando, dimana yang satu melakukan operasional perusahaan yang dalam hal ini
dilakukan oleh direksi, sedangkan komando yang lainnya adalah dewan komisaris,
yang bertugas untuk mengawasi, termasuk mengawasi bidang keuangan, terhadap
direksi. Pasal yang memuat unsur ini, dalam Pasal 108 ayat 1:
“Dewan komisaris
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat
kepada direksi.
4.
Unsur Responsibilitas (responsibility)
Yang ditekankan disini adalah perusahaan haruslah berpegang
kepada hukum yang berlaku dan melakukan kegiatan dengan bertanggung jawab
kepada seluruh stakeholder dan kepada masyarakat, dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan yang merugikan para stakeholder maupun masyarakat tersebut.
Pasal yang memuat unsur ini, yaitu:
Pasal 97 ayat 4, bahwa:“ Dalam hal direksi terdiri atas
2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada
ayat 3 berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.”
Pasal 114 ayat 4, bahwa:“ Dalam hal dewan komisaris
terdiri dari 2 orang angora dewan komisaris atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada pasal 3 berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota dewan komisaris.”
Pasal 152 ayat 1, bahwa:“ Likuidator bertanggung jawab
kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi perseroan yang
dilakukan.”
Terdapat
beberapa hal penting dalam pedoman pengaturan tentang kedudukan dan
peranan pemegang saham dalam perseroan terbatas.
1. Hak-Hak
Pemegang Saham dan Prosedur Rapat Umum Pemegang Saham
Hak-hak para pemegang saham harus
dilindungi dan para pemegang saham harus dapat menjalankan hak-hak mereka
melalui prosedur yang memadai yang ditetapkan oleh perusahaan. Hak-hak para pemegang saham pada dasarnya adalah: hak untuk menghadiri dan memberikan
suara pada RUPS berdasarkan prinsip satu saham satu suara; hak untuk mendapatkan informasi mengenai
perusahaan secara tepat waktu dan teratur yang memungkinkan seorang pemegang
saham membuat keputusan yang baik mengenai investasi yang berkaitan dengan
sahamnya dalam perusahaan; dan hak untuk ikut serta dalam pembagian keuntungan.
2. Tanggung Jawab Direksi
Sosialisasi dan pengembangan era Good
Corporate Governance di Indonesia dewasa ini lebih ditujukan kepada
perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas khususnya terhadap organ direksi.
Direksi merupakan organ yang memegang peranan penting
dalam nentukan maju atau mundurnya suatu perusahaan tertentu. Secara idis,
pentingnya kedudukan direksi itu tergambar dari tugas dan tanggung jawab yang
melekat padanya, sebagaimana dirumuskan dalam Bang-Undang Nomor 40 Tabun 2007
tentang Perseroan Terbatas.
Di dalam mengelola sebuah perusahaan secara
profesional, maka prinsip-prinsip dalam dunia usaha yang perlu diperhatikan dan
diterapkan, yaitu Good Corporate Governance.
Sebagai artificial person (manusia
semu), perseroan tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Perseroan tidak
memiliki kehendak untuk menjalankan dirinya sendiri. Untuk itulah, diperlukan
orang-orang yang memiliki kehendak yang akan menjalankan perseroan tersebut
sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan. Orang-orang yang akan
menjalankan, mengelola dan mengurus perseroan ini, dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas disebut dengan istilah organ perseroan.[13]
Direksi adalah organ perseroan
yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Direksi dan Komisaris memiliki peran penting dalam keberhasilan
pengembangan Good Corporate Governance oleh dunia usaha. Prinsip Good Corporate Governance ada
beberapa manfaat yang bisa diambil antara lain sebagai berikut.[14]
a.
Meningkatkan kinerja perusahaan
melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang baik.
b.
Mempermudah diperolehnya dana
pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate
value.
c.
Mengembalikan kepercayaan investor
untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
d.
Pemegang saham akan merasa puas
dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders.
Pemerintah berperan dalam
mendukung dan memberlakukan kebijakannya pada pengaturan Perseroan Terbatas
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang didalamnya terdapat unsur-unsur
dalam GCG. Namun, perusahaan memegang tanggung jawab utama untuk melaksanakan
sistem GCG dalam perusahaannya. Hal tersebut sangat penting bagi
kepentingan-kepentingan pemegang sahamnya, penyandang modal, karyawan dan
perusahaan itu sendiri.
E.
KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
Moh. Wahyudin
Zarkasyi, 2008, Good Corporate Governance,
Bandung: Alfabeta.
Adrian
Sutedi, 2011, Good Corporate Governance, Jakarta: Sinar Grafika.
Kurniawan, 2014,
Hukum Perusahaan, Karakteristik Badan
Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia, Yogyakarta:
Genta Publishing.
Farida Hasyim, 2009,
Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika.
Richard Burton
Simatupang, 2003, Aspek Hukum dalam
Bisnis, Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Tri Budiyono, 2011,
Hukum Dagang, Bentuk Usaha Tidak Berbadan
Hukum, Salatiga: Griya Media.
Elsi
Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, 2008, Hukum
dalam Ekonomi, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Joni Emirzon, 2007,
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance,
Yogyakarta: Genta Press.
Gunawan Widjaja,
2003, Tanggung Jawab Direksi Atas
Kepailitan Perseroan, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern
di Era Global, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
[1] Moh. Wahyudin Zarkasyi, Good Corporate Governance, Bandung:
Alfabeta, 2008, hlm. 35
[2] Forum for Corporate Governance
in Indonesia (FCGI) dalam Adrian Sutedi, Good
Corporate Governance, Jakarta: Sinar
Grafika, 2011, hlm. 125
[3] Moh. Wahyudin Zarkasyi ,Op. Cit, hlm. 39-41
[4] Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf,
Bandung: PT Eresco, 1993, hlm. 2
[5] Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern
di Era Global, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 35
[6] Ridwan Khairandy dalam
Kurniawan, Hukum Perusahaan,
Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia,
Yogyakarta: Genta Publishing, 2014, hlm. 57
[7] Farida Hasyim, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika,
2009, hlm. 147
[8] Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: PT
Asdi Mahasatya, 2003, hlm.3
[9] Tri Budiyono, Hukum Dagang, Bentuk Usaha Tidak Berbadan
Hukum, Salatiga: Griya Media, 2011, hlm.20
[10] Elsi Kartika Sari dan Advendi
Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi,
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008, hlm. 58
[11] Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance,
Yogyakarta: Genta Press, 2007, hlm. 7
[12]
https://ferli1982.wordpress.com/2013/02/11/pelaksanaan-good-corporate-governance-gcg-dalam-undang-undang-no-40-tahun-2007-tentang-perseroan-terbatas/
[13] Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan
Perseroan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, hlm. 20
[14] Nindyo Pramono dalam Adrian
Sutedi, Op.Cit, hlm. 125-126
Tidak ada komentar:
Posting Komentar